Lebih
lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan
biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh
budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin
hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.
Keempat
faktor penyebab tersebut seperti berikut:
A.
Faktor Biologis
Emosi
dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau
faktor biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan
antara tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab
biologis dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu
pada alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan
khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku. Ayah yang peminum
alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif
pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya
penderita psikopat (gangguan kejiwaan).
Semua
anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya
tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai
pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi
penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.
B.
Faktor Keluarga
Faktor
keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat
diidentifikasikan seperti berikut.
- Pola asuh orang tua yang
menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang tua sering
mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang. Tetapi
ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut kadang
diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang
jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan
penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh
antara kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah
melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan
hukuman yang keras.
- Sikap permisif orang tua, yang
biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa tidak dapat efektif
untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga cenderung
membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku
agresif cenderung menetap.
- Sikap yang keras dan penuh
tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar
anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan
pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana
kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak
dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan
perilaku agresif.
- Gagal memberikan hukuman yang
tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada
orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
- Memberi hadiah pada perilaku
agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
- Kurang memonitor dimana
anak-anak berada
- Kurang memberikan aturan
- Tingkat komunikasi verbal yang
rendah
- Gagal menjadi model yang
- Ibu yang depresif yang mudah
marah
C.
Faktor Sekolah
Beberapa
anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk
sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku
agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain:
1) teman sebaya, lingkungan sosial sekolah, 2) para guru, dan 3) disiplin
sekolah.
- Pengalaman bersekolah dan lingkungannya memiliki
peranan penting dalam pembentukan perilaku agresif anak demikian juga
temperamen teman sebaya dan kompetensi sosial
- Guru-guru di sekolah sangat berperan dalam munculnya
masalah emosi dan perilaku itu. Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan
model oleh anak.
- Disiplin sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar
di lingkungan sekolah akan sangat membingungkan anak yang masih
membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan sekolah dianggap oleh
anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya. Bentuk pehatian itu
dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
D. Faktor Budaya
Pengaruh
budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang
ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam
Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di
media, sebagai berikut.
- Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan
perilaku agresif.
- Anda menyaksikan bahwa
kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku
agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
- Menjadi tidak sensitif dan
terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan
sosial).
- Membentuk citra manusia tentang
kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman
untuk hidup.
Akibat
sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak
cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara
sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya
untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan
memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain
itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak.
Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif
dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan
tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang
dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu
diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor tersebut di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Tulisan Yang Berhubungan :
No comments:
Post a Comment