Monday, 6 December 2021

Tarkib Idhofi dan Tarkib Washfi

 

Tarkib Idhafi (Mudhaf + Mudhaf Ilaih)

1.    Pengertian Idhofah

Idhofah (dalam bahasa indonesia ‘kata majemuk’) yaitu penyandaran suatu kata isim kepada yang lain untuk menunjukkan pengertian yang lebih khusus. Dalam susunannya, dikenal istilah mudhaf (kata yang disandarkan) dan mudhaf ilaih (kata yang disandari).

Menurut para ahli nahwu, idhafah ialah Mengaitkan antara dua isim (kata benda) satu dengan lainnya untuk memberikan makna ta’rif (ma’rifat) atau pengkhususan.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa idhofah memiliki 2 rukun dan 2 macam yaitu mudhof dan Mudhof ilaih. Mudhof ialah setiap isim yang disandarkan kepada isim lainnya, dengan ketentuan isim pertama akan men-jar-kan isim kedua.

Contohnya: غلامُ زيدٍ

2.    Syarat Idhofah

·         mudhof tidak boleh didahului alif lam (ال)

contohnya Mudhof = الرسول

 Mudhof Ilaih = الله

Maka susunannya menjadi رسول الله

·         Idhofah tidak boleh bertanwin

Contohnya Mudhof = حقيقةٌ

 Mudhof Ilaih = محمدٌ

Maka susunannya menjadi حقيقةُ محمدٍ

·         Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah.

Contohnya Mudhof = كتابان

 Mudhof Ilaih = محمدٌ

Maka susunannya menjadi كتابا محمدٍ

3.    Macam-Macam Idhofah

Terdapat dua macam idhofah yaitu

a.       Idhofah ma’nawiyyah, disebut juga idhofah mahdhoh. Yaitu idhofah yang mudhofnya bukan berupa isim sifat dan mudhof ilaihnya bukan ma’mulnya. Contoh: غلامُ محمدٍ، كتاب القَاضِى

b.      Idhofah lafdhiyyah disebut juga idhafah ghairu mahdhoh. Yaitu mudhofnya berupa isim sifat (isim fail, isim maf’ul,), sedangkan mudhof ilaihnya merupakan ma’mulnya contohnya: حسنُ الوجهِ

Idhofah terkadang juga menyimpan arti lain, yaitu:

·         مِنْ contohnya ختمُ ذهبٍ

·         فيِ contohnyaتلميذُ مدرسةٍ

·         لِ contohnya مكان الوضوء

Tarkib Washfi

1.    Pengertian Washfi

Tarkib Washfi atau struktur na’at dan man’ut (sifat + maushuf) adalah struktur kata isim (nomina) yang diikuti oleh na’at atau shifat. Isim yang diikuti disebut man’ut atau maushuf.

Na'at dan man'ut Na'at adalah lafadz/kata yang menunjukkan sifat pada isim sebelumnya, maka isim yang disifati tersebut dinamakan Man'ut Na'at akan mengikuti man'ut dalam i’robnya.

Contohnya جاءَ محمدٌ ماهرٌ، رأيتُ زيداً عالماً

2.    Ketentuan Na’at

a.       Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ta’yin (kejelasan)nya.

Contohnya: ذهب تلميذ جميل

 ذهب التلميذ الجميل  

b.      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ‘adad (jumlah)nya.

Contohnya : ذهب تلميذ جميل

   ذهب تلميذان جميلان

ذهب تلاميذ جميلون    

c.       Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi nau’ (jenis)nya.

Contohnya: ذهب تلميذ جميل

ذهبت تلميذة جميلة

Dengan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Na’at adalah tabi’ yang menyifati isim sebelumnya. Na’at biasanya disebut sifat. Na’at juga isim yang mengikuti isim sebelumnya atau man’ut dalam hal rafa’, nashab dan jarnya, serta ma’rifah dan nakirahnya.

Perbedaan Tarkib Idhafi dan Tarkib Washfi

1.      Mudhof mudhof ilaih, tidak masalah dengan perbedaan jenis (mudzakar dan muannats) antara mudhof dan mudhof ilaihnya, contohnya:

سيارةُ محمدٍ (Mobilnya Muhammad)

كِتَابُ عَائِشَةٍ (Bukunya Aisyah)

Adapun Na’at  man’ut harus sesuai dalam hal mudzakkar dan muannatsnya, contohnya:

كتابٌ جديدٌ (buku Baru)

ساعةٌ جديدةٌ (jam baru)

2.      Dalam susunan idhofah, mudhof harus nakiroh dan mudhof ilaihnya harus ma’rifat, contohnya:

كِتَابُ عَائِشَةٍ (Bukunya Aisyah)

سيارةُ محمدٍ (Mobilnya Muhammad)

Adapun Na’at man’ut, maka ia harus bersesuaian dalam hal nakiroh dan ma’rifatnya, contohnya:

حامدٌ طالبٌ جديدٌ (hamid adalah murid Baru)

3.      Kedudukan mudhof ilaih harus majrur sedangkan mudhof tergantung kedudukannya dalam kalimat. Contohnya:

سيارةُ الطَبِيْبِ (mobil dokter)

Sedangkan pada susunan na’at man’ut, maka kedudukan na’at mengikuti kedudukan man’utnya. Contohnya:

الطالبةُ الماهرةُ منْ مكة (seorang pelajar pintar dari mekah)

4.      Pada susunan idhofah, jumlah/bilangan mudhof ilaih tidak mesti sama dengan mudhofnya. Contohnya:

ذُوْ القَرْنَيْنِ (pemilik dua tanduk)

Sedangkan pada susunan na’at man’ut, maka jumlah bilangan harus sama. kecuali jika man’utnya berupa jamak taksir maka na’atnya boleh mufrod muannats. Contohnya:

ساعةٌ جديدةٌ (jam baru)

سبحان الله العظيم كلمتان خفيفتان (Maha suci Allah dan segala puji bagiNya. Maha suci Allah yang Maha Agung)


No comments:

Post a Comment