Wednesday 8 December 2021

Fiqh Lughah dan Ilmu Lughah

 

1. Fiqih Lughah dan Ilmu Lughah

Fiqh Al-Lughah (فقه اللغة) terdiri dari 2 kata yaitu فقه dan اللغة. Al-Fiqh secara bahasa berarti pengetahuan tentang sesuatu. Takrif ini menjelaskan bahwa  Fiqh  Al-Lughah berarti Ilm Al-Lughah. Kata Al-Lughah adalah fenomena  psikologi  sosial,  kebudayaan  yang  diperoleh  tanpa  dipengaruhi oleh sifat seseorang. 

Pengertian Fiqh Al-Lughah dan Ilmu lughah sebenarnya memiliki pengertian yang sama. Tetapi dari pengertian tersebut bisa dibedakan antara keduanya yaitu:

a. Pada masa klasik ada 2 macam penelitian bahasa yang utama: 

Penelitian yang mencakup kamus dan sejenisnya, juga ada permasalahan tentang makna kosakata, originalitasnya, kepopulerannya, sinonimya, seni ukirannya, derivasinya dan bentuk majazi dan haqiqinya. 

Penelitian yang meliputi kajian umum yang menyajikan ilmu seperti Kalam yang mencakup dialeg, fungsi bahasa, asalnya dan sumbernya.

b. Ada pernyataan bahwa Fiqh Al-Lughah belum hilang pada zaman kontemporer, artinya penelitian tentang masalah ini, masih dikombinasikan oleh para peneliti dengan mengemukakan pengertian baru.


2. Ruang Lingkup Kajian Ilm Lughah dan Fiqh Lughah

Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas, karena bermuara pada pembahasan kesusastraan, sedangkan ilmu al-lughah memfokuskan pembahasan pada analisis struktur bahasa itu sendiri sehingga pembahasan ilmu lughah ini meliputi empat hal pokok yaitu 

fonetik, 

morfologi,

sintaksis, dan

semantik.


3. Sejarah Fiqh Al-Lughah di kalangan Arab 

Dari masa awal sejarah studi bahasa di kalangan Arab telah muncul istilah yang merupakan nama bagi kajian kebahasaan ini dalam bentuk khususnya. Sebagian istilah tersebut terkadang masih terpakai hinggga sekarang meski dengan metodologi yang berbeda. Diantara istilah yang popular dalam kajian kebahasaan di kalangan Arab dahulu yaitu: 

al-lughah, 

al-nahwu, 

al-arabiyah. 

Seperti diketahui bahwa para ulama muslim Arab terdahulu pertama sekali menyebut aktivitas mengoleksi dan mengumpulkan kosakata Arab dengan al-lughah. Jadi yang mereka maksud dengan ilmu al-lughah adalah ilmu khusus mengoleksi atau mengumpulkan kosakata bahasa Arab, Hal ini mereka lakukan terutama terhadap kosakata Al-Qur’an yang mereka anggap aneh atau asing yang sulit mereka fahami. Di samping itu, sesungguhnya para ulama terdahulu juga membedakan antara apa yang mereka sebut dengan istilah al-arabiyah yaitu al-nahwu, dan istilah al-lughah adalah fiqh lughah. Pada kondisi tertentu al-nahwu terkadang sering digandengkan dengan ilmu lain yaitu al-sharf. 

Secara etimologi fiqh itu berasal dari bahasa Arab al-fiqh yang berarti al-fahm (pemahaman). Adapun secara terminologis Ibnu Faris mendefinisikan yaitu setiap pengetahuan terhadap sesuatu adalah fiqh. 

Defenisi menyangkut istilah ini bisa dilihat dari penjelasan Ramadhan Abd al-Tawwab bahwa fiqh al-lughah adalah suatu ilmu yang berusaha mengungkap rahasia bahasa, menetapkan kaidah yang berlaku baginya, mengetahui rahasia perkembangan, mengkaji fenomena berbeda, melakukan studi sejarahnya disatu sisi, dan studi deskriptif disisi lainnya. 

Abad ke-10 Hijriah, Jalaluddin al-Suyuti menulis h buku yang bejudul al-Muzhir fi Ulum al- Lughah wa Anwa’iha, yang juga mengkaji masalah kebahasaan, sementara pada abad ke-11 Hijriyah muncul pula buku yang berjudul Syifa’ al-Ghalil Fima fi Kalam al-Arab Min al-Dakhil yang ditulis oleh Syihab al-Din al-Khafaji. Kemudian abad ke -13 Hijriyah muncul Ahmad Faris al-Syidyaq yang menulis buku Sirru al-Layal fi al-Qalb wa al-Ibdal, yang membahas tentang al-‘Alaqah baina Ashwat al-kalimah wa Ma’aniha, Dilalah al-huruf fi ‘al–Alfaz ‘ala al-Ashl al-Ma’nawi, Irja’ al-kalimat dan lain sebagainya. 

Uraian tersebut menjelaskan istilah fiqh lughah setelah masa al-Tsa’alibi, tidak digunakan oleh para ulama dalam kajian kebahasaan sebagaimana para pendahulunya, seperti Ibn Faris dan al-Tsa’alibi, akan tetapi model kajian mereka lebih mengerucut dan fokus kepada spesifikasi tertentu. Pada abad modern istilah ini muncul lagi dalam khazanah kajian kebahasaan di kalangan Arab,yakni abad ke-20, yang dipopulerkan oleh Ali Abd al-Wahid Wafi dengan menulis buku Fiqh al-Lughah. 

Kajian kebahasaan yang dilakukan oleh ulama mutaakhirin dari kalangan Arab ini terikat kepada model kajian kebahasaan dari ulama salaf. Oleh karena itu, Tammam Hassan mengatakan yang dimaksud fiqh al-Lughah oleh ulama-ulama terdahulu maupun sekarang dari kalangan Arab adalah di satu sisi, menyangkut kajian tentang 

al-matn(kosakata), 

kajian tentang komparasi antara bahasa-bahasa semitik (al-muqaranah al-samiyah), 

kajian tentang perbedaan dialek (ikhtilaf al-lahjat), 

tentang bunyi (ashwat), 

sementara disisi lain adalah kajian tentang lingistik modern. (ilmu al- lughah al-hadits).


4. Kontribusi Linguistik dalam Pembelajaran Bahasa

Membincang persoalan kontribusi linguistik dalam pembelajaran bahasa tidak lepas dari perbincangan tentang linguistik edukasional. Ali Ayat Aushan  mengusulkan pertanyaan mendasar untuk menemukan kontribusi linguistik dalam pembelajaran bahasa, yaitu: 

Bagaimana proses mentransfer karakteristik ilmiyah dari linguistik kognitif menjadi linguistik praktis yang dibutuhkan pebelajar bahasa. 

Mengadaptasi konten teori linguistik dengan kebutuhan pembelajaran bahasa. 

Bagaimana berbagai paradigma aliran linguistik dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa. 

Berdasar hal di atas mengkaji pedagogi linguistik sangat penting diawali dengan pemahaman tentang perbedaan antara teori dan praktik. Pembelajaran bahasa bukan hanya interaksi antara ilmu psikologi dan linguistik, tetapi juga semua ilmu yang terkait dengan bahasa seperti sosiologi, antropologi, komunikasi, dan juga lainnya. 

Dengan pemahaman tersebut, teori adalah sesuatu yang implisit ditemukan dalam praktik pembelajaran bahasa, dari tahahapan perencanaan, aktivitas pembelajaran yang rutin di kelas, sampai evaluasi yang dilakukan. Teori bisa berfungsi sebagai pertimbangan penting dalam menentukan pilihan kebijakan dan ketetapan kurikulum pembelajaran bahasa yang berlaku secara nasional ataupun internasional. 

Terdapat dua pemikiran pakar linguistik, yaitu:

1. Pemikiran Stern

Stern mengenalkan istilah T1, T2, dan T3. 

T1 digunakan untuk level teori yang pertama dan paling luas jangkauannya. Contohnya “Teori Pendidikan”, ini berarti mengacu pada studi sistematis yang terkait dengan pendidikan. 

T2 digunakan untuk pengertian yang menjabarkan cabang pemikiran dari T1. Dalam konteks pembelajaran bahasa kedua dan atau bahasa asing ada teori yang ada di level satu. 

T3 adalah penggunaan istilah teori untuk hipotesis yang sudah diverifikasi melalui proses ilmiah. Hasil penerapan yang sudah diteliti baik secara eksperimen, penelitian tindakan.

2. Pemikiran Mackey

Mackey (1965) membahas konseptualisasi dari teori ke praktik mengenalkan istilah:

Language, 

Method, dan 

Teaching. 

Dalam membahas persoalan language, fokusnya tentunya bahasa sebagai objek yang akan diajarkan. Mengkaji bahasa, ketika dikontekkan dalam “pembelajaran bahasa” banyak dipengaruhi oleh kajian terkait karakteristik bahasa. Tiga hal penting yang perlu dipahami konsep yang terkait dengan ini. Yaitu:

1. Language theory mengkaji bagaimana pandangan dan pemikiran tentang hakekat bahasa yang berbeda-beda. 

2. Language Description, mengkaji tentang konstruksi sebuah bahasa. 

3. Language learning, mengkaji tentang perbedaan bagaimana bahasa digunakan penutur aslinya dan bagaimana kemudian bahasa itu diajarkan. 

Pemahaman terhadap tiga hal di atas akan berimplikasi pada kualitas pembelajaran bahasa. Pemahaman terhadap language theory akan berimplikasi pada bagaimana berinteraksi dengan bahasa yang akan diajarakan dan metode yang tepat. Pemahaman terhadap language description akan berimplikasi terhadap pemahaman karakteristik menyeluruh dari komponen penyusun bahasa. 


No comments:

Post a Comment