Monday 6 December 2021

Jumlah Fi'liyah

 

Jumlah Fi’liyah

Jumlah fi’liyah (جملة فعلية) adalah kalimat yang menjadi unsur pokoknya adalah fi’il (kata kerja) atau dalam bahasa inggris dan bahasa indonesia disebut dengan kalimat verba. Secara struktur Jumlah fi’liyah (جملة فعلية) dalam bahasa arab penempatan fi’il (verba) berada di awal kalimat dan untuk bahasa Indonesia dan bahasa inggris penempatan verba selalu setelah subjek.

Pola Jumlah fi’liyah terbentuk oleh 2 unsur pokok:

·         فعل (verba/ predikat) dan فاعل (subjek)

·         فعل (verba) dan نائب الفاعل (pengganti subjek).

Objek (مفعول به) pada jumlah fi’liyah hanya berfungsi sebagai pelengkap dan dihadirkan ketika dibutuhkan oleh fi’il.

Dengan ketentuan-ketentuan diatas maka Ulama Nahwu mendefinisikan Jumlah fi’liyah sebagai Kalimat yang diawali fi’il (verba) dan disusun oleh Fi’il sebagai predikat dan Fa’il sebagai Subjek atau Fi’il sebagai predikat dan Naibul Fa’il sebagai pengganti fa’il (subjek).

 

Kedua pola pembentuk jumlah fi’liyah akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dari fi’il dan fa’il/ naibul fa’il nya. Secara umum beberapa pola struktur jumlah fi’liyah yaitu:

a.       Fi‘il (verba/predikat) + Fa‘il (subjek), apabila bentuk fi’ilnya aktif dan tidak butuh objek

b.      Fi‘il (verba/predikat) + Na’ibul Fa‘il (pengganti subjek), apabila fi’il-nya pasif dan fa’ilnya tidak diketahui (majhul)

c.       Fi‘il (verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Maf‘ul bih (Objek), apabila fi’il-nya butuh keterangan objek

d.      Fi‘il (verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Harf Jarr + Isim Majrur (Jarr-Majrur), apabila fi’ilnya butuh harf jarr atau keterangan tertentu

e.       Fi‘il (verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Harf Zharf + Isim Mazhruf, apabila fi’il-nya butuh harf Dzorof atau keterangan tertentu

f.        Fi‘il (verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Hal (kondisi subjek), apabila fa’ilnya butuh keterangan kondisional);

g.       Fi‘il (verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Maf’ul bih berupa Adad + Ma’dud (bilangan)

 

1.    Klasifikasi dan Ciri-ciri Fi’il (فعل)

Kata fi’il (verba) bermakna menunjukan sebuah kejadian atau perbuatan sesuai dengan arti dalam bahasa arabnya. Maka sudah barang tentu bahwa sebuat kejadian atau perbuatan akan membutuhkan pelengkap baik itu objek, situasi, masa/waktu dan lainnya. Berdasarkan kala/masa yang menyertai peristiwa atau perbuatan tersebut, kata fi’il dibagi menjadi tiga bentuk (Shigat) sesuai dengan konsep masa lampau, kini, dan akan datang. Karena itu, dalam bahasa Arab, dikenal 3 bentuk kata fi’il, yaitu فعل ماضي (menunjuk kala lampau), فعل مضارع (menunjuk kala kini dan akan datang), dan فعل أمر (menunjuk kala akan datang).

a.       Fi’il Madhi (فعل ماضي)

Fi‘il madhi ialah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukkan arti perbuatan atau kejadian yang telah terjadi/ terjadi pada waktu lampau .

Contohnya نصر الله المئمنون، ذهب الله بنورهم، من وثق بالله أغناه

b.      Fi’il Mudhari (فعل مضارع)

Fi‘il Mudhari ialah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukkan arti perbuatan atau kejadian yang sekarang terjadi dan ditandai adanya huruf mudhoroah (أ, ن, ي, ت). Perubahan pada fi’il mudhari sesuai dengan dhomir yang ada pada fi’il tersebut.

Contohnya يفتح احمد الكتاب, ترجع فاطمة من المدرسة

c.       Fi’il Amr (فعل أمر)

Fi’il Amr adalah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukan arti perintah untuk melakukan perbuatan dan merujuk pada situasi yang akan datang (مستقبل)

Contohnya يا أحمد، إفتح الباب

d.      Fi’il Nahy (فعل النهى)

Fi’il Nahy adalah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukan arti larangan untuk melakukan dan merujuk pada situasi yang akan datang (مستقبل) dan diawali oleh لا nahy.

Contohnya لا تسجدوا للشمش

 

2.    Kondisi dan Ciri-ciri Fa’il

Fa’il adalah Orang melakukan suatu pekerjaan. Secara gramatikal bahasa Fa’il yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni ma’lum (kata kerja aktif) dan menunjukkan atas orang yang melakukan perbuatan atau yang tersifati oleh fi’il tersebut.

Contohnya نام عثمان

Kata عثمان  adalah fa’il (pelaku) dari kata نام

a.    Macam-macam Fa’il

1)      Isim Mu’rab

Isim mu’rab adalah isim yang berubah harokat/ syakal akhirnya.

Contohnya: رجع الأستاذ

2)      Isim Mabni

Isim mabni adalah kata yang harakat tidak bisa berubah. Yang termasuk isim mabni diantaranya isim dhamir, isim isyarah, dan isim maushul).

Contohnya هذبت إلى المدينة (dia (pr) pergi ke Kota)

Fa’ilnya adalah ت yang merupakan kependekan dari هي yang artinya Dia (perempuan)

3)      Masdhar Muawwal

Mashdar muawwal adalah suatu susunan bahasa yang tersusun dari huruf mashdar (أن، أنَّ، كي، ما، لو) dan jumlah ismiyah atau fi’liyah, posisinya bisa ditempati oleh mashdar sharih yang semakna dan mashdar muawwal mempunyai i’rab sebagaimana isim mufrad.

Contohnya يَسُرُّنِي أَنَّكَ نَجَحْتَ

mashdar muawwal pada contoh adalah أَنَّكَ نَجَحْتَ

يسُّرني نَجَاحُكَ = يَسُرُّنِي أَنَّكَ نَجَحْتَ

نَجَاحُكَ = أَنَّكَ نَجَحْتَ

I’rab mashdar muawwal أَنَّكَ نَجَحْتَ : Pada posisi rafa’ fa’il,

b.      Ketentuan Fail

·         Fa’il selalu marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau tidak.

Misalnya:  فتح عثمانُ بابا

·         Apabila Fa’il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap mufrad.

Misalnya جلس المؤمن، جلس المؤمنان، جلس المؤمنون

·         Fi’il dan fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Misalnya:  جلس المؤمن, جلست المؤمنة

·         Boleh tidak sesuai bentuk muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il apabila:

ü  Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Misalnya:  سافر امس عائشة

ü   Fa’ilnya berupa isim muanats majazi.

Misalnya: طلعت الشمش – طلع الشمش

ü  Fa’ilnya berupa jama’ taksir.

Misalnya:  قام الملائكة

·         Wajib mengta’nitskan fi’il apabila:

ü  Fa’ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Misalnya: تذهب زينب – ذهبت عائشة

ü  Fa’ilnya berupa isim dhamir yang rujukannya ke muanats haqiqi maupun majazi.

Misalnya: إذا السماء انفطرت

contoh di atas yang menjadi fa’ilnya adalah dhomir ghaib muanats yaitu  هي

·         Boleh fi’il dibuang dari kalimat yang mafhum. Misalnya: من تكتب؟ عثمان asalnya تكتب عثمان

·         Fa’il bisa terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat musyabahah yang beramal seperti fi’il. Misalnya: قام خالد الفاضل أخوه

Kata أخوه merupakan fail dari الفاضل yang merupakan isim fa’il beramal fi’il

3.    Kondisi dan Ciri-ciri Na’ibul Fa’il

Naibul Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni majhul (verba pasif). Naibul Fa’il marfu’(dirofa’kan) karena menggantikan posisi fa’il yang dihilangkan.

Bentuk fiil mabni majhul hanya dua, yaitu fi’il madhi dan fiil mudhari.

·         Jika fiil madhi, maka huruf pertama fiil madhi dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca kasrah.

فَتَحَ الأستاذُ الباَبَفُتِحَ الباَبُ

·         Jika fiil mudhari, maka huruf pertama fiil mudhari tersebut dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca fathah.

يَقْرَأُ الطالبُ الكتاَبَيُقْرَأُ الكتاَبُ

a.    Langkah Pembentukan Naibul Fa’il

Berikut langkah pembentukan naibul fa’il dari contoh diatas:

·         Dibuang Fa’ilnya yaitu الأستاذُ

·         Kata الباَبَ dijadikan marfu (الباَبُ) karena menempati tempat fa’il

·         Fi’il madhi dan Mudhrori di majhulkan (pasif) dari فَتَحَ menjadi  فُتِحَ dan يَقْرَأُ menjadi يُقْرَأُ

·         Jika Naib Fa’ilnya muanats berilah tanda muanats (Ta’ Ta’nits) pada fi’ilnya sebagaimana aturan fi’il-fa’il

كَتَبَتْ عائشةٌ الكتابَ – كُتِبَ الكتابُ

Terdapat 2 kemungkinan mengapa fa’il tidak dikemukakan

1.      Tidak diketahui pelakunya

2.      Sudah tidak perlu disebutkan lagi karena semua sudah mengetahui

 

b.    Pembagian Naibul Fa’il

Naibul fa’il terbagi menjadi 2 yaitu:

1.    ظاهر yaitu Naibul Fa’il yang terdiri dari isim dzohir

قُرِاَ الكتابُ، كُتِبَ الكراسةُ

2.    ضمير yaitu Naibul fa’il yang terdiri dari isim dhomir ضُرِبْتُ (saya telah dipukul), قُبِلْتُ (saya telah bertemu)

c.    Ketentuan Naibul Fa’il

·         Naibul Fa’il harus senantiasa Marfu’.

Seperti: كُتِبَ الكتابُ, فُتِحَ الباَبُ

·         Naibul Fa’il harus selamanya didahului oleh fi’il majhul.

Seperti : كُتِبَ الكتابُ, فُتِحَ الباَبُ

·         Naibul Fa’il itu harus berasal dari Maf’ul bih, tetapi karena fa’ilnya tidak ada maka ia menggantikan tempat fa’il.

Seperti dari كَتَبَتْ عائشةٌ الكتابَ – كُتِبَ الكتابُ

·         Jika Naibul Failnya mutsanna atau jama’ , maka fi’ilnya tetap dalam keadaan.

Seperti يَقْرَأُ الطالبُ الكتاَبَين  menjadi  يُقْرَأُ الكتاَبان

 

·         Setiap ada Naibul Fa’il maka fi’il mesti tidak ada. Tetapi  dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, fa’ilnya masih bisa disebut akan tetapi dalam bahasa Arab tidak bisa diungkapkan dengan Fi’ilnya

·         Jika Maf’ul bih nya dua atau lebih maka maf’ul bih yang pertama dijadikan naibul fa’il dan yang kedua tetap manshub sebagai maf’ul bih

Contohnya أَعْطَى عَلِي مِسْكِيْناً ثَوباً menjadi أُعْطٍى مسكينٌ ثوباً

 

4.    Kondisi dan Ciri-ciri Maf’ul Bih

Maf’ul bih ialah isim yang nashab yang menunjukkan kepada pihak yang dikenai amalnya fa’il bersamaan dengan tidak berubahnya bentuk fi’il dan menunjukan Objek.

a.    Pembagian Maf’ul Bih

Maf’ul bih terbagi 2 bagian, yaitu:

·         Maf’ul bih Dzohir ialah Maf’ul bih yang terbuat dari isim dzohir (bukan dhomir) contohnya ضَرَبْتُ مُحَمَّدًا

·         Maf’ul bih Dhomir ialah Maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir/kata ganti dan dhomir terbagi menjadi 2 bagian:

1.      Dhomir Muttasil (bersambung) yaitu:

نَصَرَهُ، نَصَرَهاَ، نَصَرَهما، نَصَرَهمْ، نَصَرَهنَّ، نَصَرَكَ، نَصَرَكِ، نَصَرَكما، نَصَرَكم، نَصَرَكن، نَصَرَنى، نَصَرَنا

2.      Dhomir munfasil (terpisah)

إِياَّهُ, إِياَّها، إِياَّهما، إِياَّهم, إِياَّهن، إِياَّكَ، إِياَّكِ، إِياَّكما، إِياَّكم، إِياَّكن، إِياَّي، إِياَّنا

 

b.    Contoh Maf’ul Bih Dalam Al-Qur’an

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰو

Dan Allah halalkan jual beli dan Allah haramkan riba” (Al Baqarah: 275)

فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا تَقْتُلُوْنَ

Sebagian kalian dustakan dan sebagian kalian bunuh” (Al Baqarah: 87)

وَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلًا

Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih” (An Nisa’: 125)

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

c.    Cara mengetahui pola Maf'ul Bih dan Cara meng-i'rob

Format susunan kalimatnya : (Fi'il - Fa'il - Maf'ul Bih)

فَتَحَ عُمَرٌ الكتابَ

I'rob : فَتَحَ = fi'il madhi mabni fathah pada harkat terahir, dibaca fathah karena fi'il madhi shahih akhir dan tidak bersambung dengan sesuatu.

 عُمَرٌ= ialah Fai'il yang dibaca rofa'. Adapun tanda rofa'nya ialah dengan harkat dhammah pada harkat terahirnya. Dibaca dhammah karena isim mufrod.

الكتابَ = ialah maf'ul bih yang dibaca nashab, adapun tanda nashabnya ialah harkat fathah karena isim mufrod.

d.    Contoh Maf’ul Bih dalam Berbagai tanda

·         Maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Fathah Isim Mufrad

يذاكرُ محمد الدرسَ (Muhammad sedang mengulang pelajaran)

·         Maf'ul Bih dengan Tanda Jama' Taktsir

يعلمُ الأستاذُ الطلاَبَ (Guru sedang mengajar para mahasiswa)

·         Maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Kasrah

تشتري الطالباتُ المجلاتِ (Para Mahasiswi sedang membeli Majalah)

·         Maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Ya’

يحملُ الطالب الكتابَيْنِ (siswa sedang membawa 2 buku)

Yang menjadi catatan yaitu Tidak selamanya Maf’ul bih diletakan setelah Fi’il maupun Fa’il. pada kondisi tertentu juga, adakalanya Maf’ul bih harus didahulukan karena :

a.       Maf’ul bih berupa Dhamir Muttashil, sedangkan Fa’il berupa isim dhahir.

Contohnya قد أحبك أدم

b.      Terdiri dari isim syarat.

Contohnya من يضلل الله فماله من هاد

c.       Bila terdiri dari isim istifham.

Contohnya كم كتابا قرأتَ؟

d.      Boleh dibuang fi’ilnya, maka boleh hanya dijawab dengan aslinya

Contohnyaمن يريد؟ صديقه

Maka hanya boleh di jawab  يريد صديفه

Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi’il madli mudlari’ maupun fi’il amar, misalnya :

1.      قرأ فريد الكتاب قبل الذهاب إلى الجامعة

(Farid telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus)

2.      يدرس حسان العربية مرتين فى كل أسبوع

(Hasan mengajar bahasa Arab dua kali setiap minggu)

3.      خالق الناس بخاوق حسن

(Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik)

Selain dari dua jumlah di atas sebagai unsur pokok dalam kalimat, terdapat satu bentuk lain yang disebut dengan Syibhul jumlah yang terdiri dari:

a.       Jar majur yaitu setiap kata yang diawali dengan salah satu huruf jar misalnya, المدرسة في , المكتبة من

b.      Dzorof, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya: المدرسة أمام , المسجد وراء

Terdapat pula bagian pokok yang sering juga disebut ma’mul ‘umdah, ada pula unsur-unsur penunjang, sering disebut ma’mul fudlah, yang dapat menambah informasi yang terkandung dalam sebuah kalimat yang membuat semakin jelas pula informasi yang diberikan oleh kalimat tersebut.

e.    Unsur-unsur Penunjang

1.      Maf’ul bih

سمعت الأذان فى المسجد

“Saya mendengar adzan di masjid”

2.      Maf’ul mutlaq,yaitu  yang digunakan dengan maksud: ta’kid (memperkuat pernyataan), Bayan nau’ (penjelasan kualitas perbuatan) dan bayan ‘adadul fi’li (penjelasan kuantitas perbuatan)

 

تطورت بلادنا بعد الاستقلال تطورا سريعا

“Negara kita berkembang setelah merdeka secara pesat

3.      Maf’ul li ajlih yaitu kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah perbuatan.

اجتهد الطالب فى دراسة طول الليل خوفا من الفشل فى المتحان

“Mahasiswa itu giat belajar sepanjang malam karena takut gagal dalam ujian”

4.      Maf’ul ma’ah yaitu kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya “dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu ‘ataf dalam kalimat ersebut,

انطلقت القافلة وغروب الشمس

“Kafilah itu berangkat bersamaan terbenamnya matahari”

5.      Maf’ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu dillakukan

قرأ المسلمون القرآن ليلا

“Orang-orang muslim membaca al-Qur’an di waktu malam

6.      Hal yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku ketika suatu perbuatan yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan

كل جالسا ولا تأكل ماشيا

“Makanlah sambil duduk jangan makan sambil berjalan

7.      Tamyiz yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan dengan benda. Bedanya dengan hal adalah yang terakhir ini berkaitan dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit maupun abstrak,

اشتريت مترا قماشا

“Saya membeli satu meter kain

8.      Tawabi’, yang terdiri dari :

a.       Na’at, (النعت)

طلب العلم أمر مهم يهلمه كثير من الناس

“Menuntut ilmu adalah hal penting yang diabaikan banyak orang”

b.      ‘ataf’ (العطف)

حضر الأساتيذ والطلاب الندوة التي عقدتها هيئة الطلاب التنفيذية

“Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri seminar yang diadakan oleh Lembaga eksekutif Mahasiswa”

c.       Taukid (التوكيد)

نجح أولئك الطلاب جميعهم فى الامتهان

“Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya

d.      Badal. (البدل)

الاستاذ علي يلقي محاضرة عن تطور المجتمع الإسلامي في مكة

“Profesor Ali menyampaian ceramah tentang perkembangan masyarakat Islam di Mekkah”

9.      Idhafah yang terdiri dari:

·        Idhafah ma’nawiyyah adalah merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut

a.     مِن contohnya ختم ذهب

b.     في contohnya صلاة العصر

c.      لِ contohnyaبيت احمد

Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna idhafah ma’nawi contohnya  كثير المال banyak uangnya) قليل  الكلم  (sedikit bicaranya)

No comments:

Post a Comment