Jumlah Fi’liyah
Jumlah fi’liyah (جملة فعلية) adalah kalimat yang menjadi unsur pokoknya adalah fi’il (kata kerja) atau dalam bahasa inggris dan bahasa indonesia disebut dengan kalimat verba. Secara struktur Jumlah fi’liyah (جملة فعلية) dalam bahasa arab penempatan fi’il (verba) berada di awal kalimat dan untuk bahasa Indonesia dan bahasa inggris penempatan verba selalu setelah subjek.
Pola Jumlah fi’liyah terbentuk oleh 2 unsur pokok:
·
فعل
(verba/ predikat) dan فاعل (subjek)
·
فعل
(verba) dan نائب الفاعل (pengganti subjek).
Objek (مفعول به) pada jumlah fi’liyah hanya
berfungsi sebagai pelengkap dan dihadirkan ketika dibutuhkan oleh fi’il.
Dengan ketentuan-ketentuan diatas maka Ulama Nahwu mendefinisikan Jumlah
fi’liyah sebagai Kalimat yang diawali fi’il (verba) dan disusun oleh Fi’il
sebagai predikat dan Fa’il sebagai Subjek atau Fi’il sebagai predikat dan
Naibul Fa’il sebagai pengganti fa’il (subjek).
Kedua pola pembentuk jumlah fi’liyah akan berkembang sesuai dengan
kebutuhan dari fi’il dan fa’il/ naibul fa’il nya. Secara umum beberapa pola
struktur jumlah fi’liyah yaitu:
a.
Fi‘il
(verba/predikat) + Fa‘il (subjek), apabila bentuk fi’ilnya aktif dan tidak
butuh objek
b.
Fi‘il
(verba/predikat) + Na’ibul Fa‘il (pengganti subjek), apabila fi’il-nya pasif
dan fa’ilnya tidak diketahui (majhul)
c.
Fi‘il
(verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Maf‘ul bih (Objek), apabila fi’il-nya butuh
keterangan objek
d.
Fi‘il
(verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Harf Jarr + Isim Majrur (Jarr-Majrur),
apabila fi’ilnya butuh harf jarr atau keterangan tertentu
e.
Fi‘il
(verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Harf Zharf + Isim Mazhruf, apabila
fi’il-nya butuh harf Dzorof atau keterangan tertentu
f.
Fi‘il
(verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Hal (kondisi subjek), apabila fa’ilnya
butuh keterangan kondisional);
g.
Fi‘il
(verba/predikat) + Fa‘il (subjek) + Maf’ul bih berupa Adad + Ma’dud (bilangan)
1.
Klasifikasi
dan Ciri-ciri Fi’il (فعل)
Kata fi’il (verba) bermakna menunjukan sebuah kejadian
atau perbuatan sesuai dengan arti dalam bahasa arabnya. Maka sudah barang tentu
bahwa sebuat kejadian atau perbuatan akan membutuhkan pelengkap baik itu objek,
situasi, masa/waktu dan lainnya. Berdasarkan kala/masa yang menyertai peristiwa
atau perbuatan tersebut, kata fi’il dibagi menjadi tiga bentuk (Shigat) sesuai
dengan konsep masa lampau, kini, dan akan datang. Karena itu, dalam bahasa
Arab, dikenal 3 bentuk kata fi’il, yaitu فعل ماضي (menunjuk kala
lampau), فعل مضارع (menunjuk kala kini dan akan
datang), dan فعل أمر (menunjuk kala akan datang).
a.
Fi’il Madhi (فعل ماضي)
Fi‘il madhi ialah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukkan arti perbuatan
atau kejadian yang telah terjadi/ terjadi pada waktu lampau .
Contohnya نصر الله المئمنون، ذهب الله بنورهم، من وثق بالله أغناه
b.
Fi’il Mudhari
(فعل مضارع)
Fi‘il Mudhari ialah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukkan arti perbuatan
atau kejadian yang sekarang terjadi dan ditandai adanya huruf mudhoroah (أ, ن, ي, ت). Perubahan pada fi’il mudhari
sesuai dengan dhomir yang ada pada fi’il tersebut.
Contohnya يفتح احمد الكتاب, ترجع فاطمة من المدرسة
c.
Fi’il Amr (فعل أمر)
Fi’il Amr adalah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukan arti perintah untuk
melakukan perbuatan dan merujuk pada situasi yang akan datang (مستقبل)
Contohnya يا أحمد، إفتح
الباب
d.
Fi’il Nahy (فعل النهى)
Fi’il Nahy adalah bentuk kata (صيغة) fi’il yang menunjukan arti larangan untuk
melakukan dan merujuk pada situasi yang akan datang (مستقبل) dan diawali oleh لا nahy.
Contohnya لا تسجدوا للشمش
2.
Kondisi dan
Ciri-ciri Fa’il
Fa’il adalah Orang melakukan suatu pekerjaan. Secara
gramatikal bahasa Fa’il yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni
ma’lum (kata kerja aktif) dan menunjukkan atas orang yang melakukan perbuatan
atau yang tersifati oleh fi’il tersebut.
Contohnya نام عثمان
Kata عثمان adalah fa’il (pelaku) dari kata نام
a. Macam-macam Fa’il
1) Isim Mu’rab
Isim mu’rab adalah isim yang berubah harokat/ syakal akhirnya.
Contohnya: رجع الأستاذ
2) Isim Mabni
Isim mabni adalah kata yang harakat tidak bisa berubah. Yang termasuk isim mabni diantaranya isim dhamir, isim isyarah, dan isim maushul).
Contohnya هذبت إلى
المدينة (dia (pr) pergi ke Kota)
Fa’ilnya adalah ت yang merupakan
kependekan dari هي yang artinya Dia (perempuan)
3) Masdhar Muawwal
Mashdar muawwal adalah suatu susunan
bahasa yang tersusun dari huruf mashdar (أن، أنَّ، كي، ما، لو) dan
jumlah ismiyah atau fi’liyah, posisinya bisa ditempati oleh mashdar sharih yang
semakna dan mashdar muawwal mempunyai i’rab sebagaimana isim mufrad.
Contohnya يَسُرُّنِي أَنَّكَ نَجَحْتَ
mashdar muawwal pada contoh adalah أَنَّكَ نَجَحْتَ
يسُّرني نَجَاحُكَ = يَسُرُّنِي أَنَّكَ نَجَحْتَ
نَجَاحُكَ = أَنَّكَ نَجَحْتَ
I’rab mashdar muawwal أَنَّكَ نَجَحْتَ : Pada
posisi rafa’ fa’il,
b.
Ketentuan Fail
·
Fa’il selalu
marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau tidak.
Misalnya: فتح عثمانُ بابا
·
Apabila Fa’il
berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap mufrad.
Misalnya جلس المؤمن، جلس المؤمنان، جلس المؤمنون
·
Fi’il dan
fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Misalnya: جلس المؤمن, جلست المؤمنة
·
Boleh tidak
sesuai bentuk muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il apabila:
ü Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Misalnya: سافر امس عائشة
ü Fa’ilnya berupa
isim muanats majazi.
Misalnya: طلعت الشمش – طلع الشمش
ü Fa’ilnya berupa jama’ taksir.
Misalnya: قام الملائكة
·
Wajib mengta’nitskan fi’il apabila:
ü Fa’ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Misalnya: تذهب زينب – ذهبت عائشة
ü Fa’ilnya berupa isim dhamir yang rujukannya ke muanats
haqiqi maupun majazi.
Misalnya: إذا السماء انفطرت
contoh di atas yang menjadi fa’ilnya adalah dhomir ghaib
muanats yaitu هي
·
Boleh fi’il
dibuang dari kalimat yang mafhum. Misalnya: من تكتب؟ عثمان asalnya تكتب عثمان
·
Fa’il bisa
terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat musyabahah yang beramal seperti fi’il. Misalnya: قام خالد الفاضل أخوه
Kata أخوه merupakan fail dari الفاضل yang
merupakan isim fa’il beramal fi’il
3.
Kondisi dan
Ciri-ciri Na’ibul Fa’il
Naibul Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah
fi’il mabni majhul (verba pasif). Naibul Fa’il marfu’(dirofa’kan) karena menggantikan
posisi fa’il yang dihilangkan.
Bentuk fiil mabni majhul hanya dua, yaitu fi’il madhi dan
fiil mudhari.
·
Jika fiil madhi,
maka huruf pertama fiil madhi dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca
kasrah.
فَتَحَ الأستاذُ الباَبَ – فُتِحَ الباَبُ
·
Jika fiil mudhari, maka huruf pertama fiil mudhari tersebut dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca fathah.
يَقْرَأُ الطالبُ الكتاَبَ – يُقْرَأُ الكتاَبُ
a.
Langkah
Pembentukan Naibul Fa’il
Berikut langkah
pembentukan naibul fa’il dari contoh diatas:
·
Dibuang
Fa’ilnya yaitu الأستاذُ
·
Kata الباَبَ dijadikan marfu (الباَبُ) karena menempati tempat
fa’il
·
Fi’il
madhi dan Mudhrori di majhulkan (pasif) dari فَتَحَ
menjadi فُتِحَ dan يَقْرَأُ menjadi يُقْرَأُ
·
Jika Naib
Fa’ilnya muanats berilah tanda muanats (Ta’ Ta’nits) pada fi’ilnya sebagaimana
aturan fi’il-fa’il
كَتَبَتْ عائشةٌ الكتابَ – كُتِبَ الكتابُ
Terdapat 2 kemungkinan mengapa fa’il tidak dikemukakan
1.
Tidak
diketahui pelakunya
2.
Sudah
tidak perlu disebutkan lagi karena semua sudah mengetahui
b.
Pembagian
Naibul Fa’il
Naibul fa’il terbagi menjadi 2 yaitu:
1. ظاهر yaitu Naibul Fa’il yang
terdiri dari isim dzohir
قُرِاَ الكتابُ، كُتِبَ الكراسةُ
2. ضمير yaitu Naibul fa’il yang
terdiri dari isim dhomir ضُرِبْتُ (saya telah
dipukul), قُبِلْتُ (saya telah bertemu)
c.
Ketentuan
Naibul Fa’il
·
Naibul Fa’il
harus senantiasa Marfu’.
Seperti: كُتِبَ الكتابُ, فُتِحَ الباَبُ
·
Naibul Fa’il
harus selamanya didahului oleh fi’il majhul.
Seperti : كُتِبَ الكتابُ, فُتِحَ الباَبُ
·
Naibul Fa’il
itu harus berasal dari Maf’ul bih, tetapi karena fa’ilnya tidak ada maka ia menggantikan tempat fa’il.
Seperti dari كَتَبَتْ عائشةٌ الكتابَ – كُتِبَ الكتابُ
·
Jika Naibul
Failnya mutsanna atau jama’ , maka fi’ilnya tetap dalam keadaan.
Seperti يَقْرَأُ الطالبُ الكتاَبَين menjadi يُقْرَأُ الكتاَبان
·
Setiap ada
Naibul Fa’il maka fi’il mesti tidak ada. Tetapi dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris,
fa’ilnya masih bisa disebut akan tetapi dalam bahasa Arab tidak bisa
diungkapkan dengan Fi’ilnya
·
Jika Maf’ul
bih nya dua atau lebih maka maf’ul bih yang pertama dijadikan naibul fa’il dan
yang kedua tetap manshub sebagai maf’ul bih
Contohnya أَعْطَى عَلِي
مِسْكِيْناً ثَوباً menjadi أُعْطٍى مسكينٌ ثوباً
4.
Kondisi dan
Ciri-ciri Maf’ul Bih
Maf’ul bih ialah isim yang nashab yang menunjukkan kepada
pihak yang dikenai amalnya fa’il bersamaan dengan tidak berubahnya bentuk fi’il
dan menunjukan Objek.
a. Pembagian Maf’ul Bih
Maf’ul bih terbagi 2
bagian, yaitu:
·
Maf’ul bih
Dzohir ialah Maf’ul bih yang terbuat dari isim dzohir (bukan dhomir) contohnya ضَرَبْتُ مُحَمَّدًا
·
Maf’ul bih Dhomir ialah Maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir/kata ganti dan dhomir terbagi menjadi 2 bagian:
1. Dhomir Muttasil (bersambung) yaitu:
نَصَرَهُ، نَصَرَهاَ، نَصَرَهما، نَصَرَهمْ، نَصَرَهنَّ،
نَصَرَكَ، نَصَرَكِ، نَصَرَكما، نَصَرَكم، نَصَرَكن، نَصَرَنى، نَصَرَنا
2. Dhomir munfasil (terpisah)
إِياَّهُ, إِياَّها، إِياَّهما، إِياَّهم, إِياَّهن،
إِياَّكَ، إِياَّكِ، إِياَّكما، إِياَّكم، إِياَّكن، إِياَّي، إِياَّنا
b. Contoh Maf’ul Bih Dalam Al-Qur’an
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبٰو
Dan Allah
halalkan jual beli dan Allah haramkan riba” (Al Baqarah: 275)
فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا
تَقْتُلُوْنَ
Sebagian
kalian dustakan dan sebagian kalian bunuh” (Al Baqarah: 87)
وَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ
خَلِيْلًا
Dan Allah
telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih” (An Nisa’: 125)
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ
نَسْتَعِيْنُۗ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)
c.
Cara
mengetahui pola Maf'ul Bih dan Cara meng-i'rob
Format susunan kalimatnya : (Fi'il - Fa'il - Maf'ul Bih)
فَتَحَ عُمَرٌ الكتابَ
I'rob : فَتَحَ = fi'il madhi
mabni fathah pada harkat terahir, dibaca fathah karena fi'il madhi shahih akhir dan tidak bersambung dengan sesuatu.
عُمَرٌ= ialah Fai'il
yang dibaca rofa'. Adapun tanda rofa'nya ialah dengan
harkat dhammah pada harkat terahirnya. Dibaca dhammah
karena isim mufrod.
الكتابَ = ialah maf'ul bih yang dibaca nashab, adapun tanda nashabnya ialah harkat fathah karena isim mufrod.
d. Contoh Maf’ul
Bih dalam Berbagai tanda
·
Maf'ul Bih dengan
Tanda Nashob Fathah Isim Mufrad
يذاكرُ
محمد الدرسَ (Muhammad sedang mengulang pelajaran)
·
Maf'ul Bih dengan
Tanda Jama' Taktsir
يعلمُ
الأستاذُ الطلاَبَ (Guru sedang mengajar para
mahasiswa)
·
Maf'ul Bih dengan
Tanda Nashob Kasrah
تشتري
الطالباتُ المجلاتِ (Para Mahasiswi sedang membeli Majalah)
·
Maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Ya’
يحملُ الطالب الكتابَيْنِ (siswa sedang membawa 2 buku)
Yang menjadi catatan
yaitu Tidak selamanya
Maf’ul bih diletakan setelah Fi’il maupun Fa’il. pada kondisi tertentu juga,
adakalanya Maf’ul bih harus didahulukan karena :
a.
Maf’ul bih berupa Dhamir Muttashil, sedangkan Fa’il
berupa isim dhahir.
Contohnya قد أحبك أدم
b.
Terdiri dari isim
syarat.
Contohnya من يضلل الله فماله من هاد
c.
Bila terdiri dari isim
istifham.
Contohnya كم كتابا قرأتَ؟
d.
Boleh dibuang fi’ilnya, maka boleh hanya
dijawab dengan aslinya
Contohnyaمن يريد؟ صديقه
Maka hanya boleh di jawab يريد صديفه
Jumlah
fi’liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi’il
madli mudlari’ maupun fi’il amar, misalnya :
1. قرأ فريد
الكتاب قبل الذهاب إلى الجامعة
(Farid
telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus)
2. يدرس حسان
العربية مرتين فى كل أسبوع
(Hasan
mengajar bahasa Arab dua kali setiap minggu)
3. خالق الناس
بخاوق حسن
(Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik)
Selain dari dua jumlah di atas sebagai unsur pokok
dalam kalimat, terdapat satu bentuk lain yang disebut dengan Syibhul jumlah yang
terdiri dari:
a.
Jar majur yaitu setiap
kata yang diawali dengan salah satu huruf jar misalnya, المدرسة في ,
المكتبة من
b. Dzorof, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya: المدرسة أمام , المسجد وراء
Terdapat
pula bagian pokok yang sering juga disebut ma’mul ‘umdah, ada pula unsur-unsur
penunjang, sering disebut ma’mul fudlah, yang dapat menambah informasi yang
terkandung dalam sebuah kalimat yang membuat semakin jelas pula informasi yang
diberikan oleh kalimat tersebut.
e. Unsur-unsur
Penunjang
1.
Maf’ul bih
سمعت الأذان
فى المسجد
“Saya
mendengar adzan di masjid”
2.
Maf’ul mutlaq,yaitu yang digunakan dengan
maksud: ta’kid (memperkuat pernyataan), Bayan nau’ (penjelasan kualitas
perbuatan) dan bayan ‘adadul fi’li (penjelasan kuantitas perbuatan)
تطورت
بلادنا بعد الاستقلال تطورا سريعا
“Negara
kita berkembang setelah merdeka secara pesat”
3.
Maf’ul li ajlih yaitu
kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah perbuatan.
اجتهد
الطالب فى دراسة طول الليل خوفا من الفشل فى المتحان
“Mahasiswa itu
giat belajar sepanjang malam karena takut gagal dalam ujian”
4.
Maf’ul ma’ah yaitu kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya “dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu ‘ataf dalam kalimat
ersebut,
انطلقت
القافلة وغروب الشمس
“Kafilah itu berangkat bersamaan
terbenamnya matahari”
5.
Maf’ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu dillakukan
قرأ
المسلمون القرآن ليلا
“Orang-orang muslim membaca al-Qur’an di waktu malam”
6.
Hal yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku ketika suatu perbuatan yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan
كل جالسا
ولا تأكل ماشيا
“Makanlah sambil duduk jangan makan sambil
berjalan”
7.
Tamyiz yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan dengan benda. Bedanya dengan hal adalah yang terakhir ini berkaitan
dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit maupun
abstrak,
اشتريت
مترا قماشا
“Saya membeli satu meter kain”
8.
Tawabi’, yang terdiri dari :
a.
Na’at, (النعت)
طلب العلم أمر مهم
يهلمه كثير من الناس
“Menuntut ilmu adalah hal penting yang
diabaikan banyak orang”
b.
‘ataf’ (العطف)
حضر الأساتيذ والطلاب
الندوة التي عقدتها هيئة الطلاب التنفيذية
“Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri
seminar yang diadakan oleh Lembaga eksekutif Mahasiswa”
c.
Taukid (التوكيد)
نجح أولئك الطلاب
جميعهم فى الامتهان
“Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya”
d.
Badal. (البدل)
الاستاذ
علي يلقي محاضرة عن تطور المجتمع الإسلامي في مكة
“Profesor Ali menyampaian ceramah tentang
perkembangan masyarakat Islam di Mekkah”
9.
Idhafah yang terdiri
dari:
·
Idhafah ma’nawiyyah adalah
merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut
a. مِن contohnya ختم ذهب
b. في contohnya صلاة العصر
c. لِ contohnyaبيت احمد
Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna idhafah ma’nawi contohnya كثير المال banyak uangnya) قليل الكلم (sedikit bicaranya)
No comments:
Post a Comment