Wednesday 8 December 2021

Pengembangan Penilaian Dalam Pembelajaran Bahasa Arab

 

A.    Pengertian Penilaian

Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi (angka, deskripsi verbal) yang bermakna dalam pengambilan keputusan dengan ukuran baik dan buruk dan bersifat kualitatif sebagai acuan satuan pendidikan dan pendidik untuk merancang penilaian yang berkualitas.

B.    Fungsi Penilaian

Beberapa fungsi penilaian antara lain:

a.       Fungsi selektif yaitu untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk memilih siswa yang dapat naik kelas, mendapatkan beasiswa dan berhak meninggalkan sekolah.

b.      Fugsi diagnostik, yaitu untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa.

c.       Fungsi penempatan, untuk menempatkan siswa dalam kelompok yang mana ia ditempatkan dalam proses pembelajaran.

d.      Fungsi pengukur keberhasilan, Untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan sebuah program ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.

C.    Penilaian Autentik

Istilah autentik dalam kehidupan sehai-hari. Sebetulnya kata autentik dalam bahasa Indonesia bermakna sah, boleh dipercaya, tidak diragukan (disangsikan); benar; asli. Penilaian Autentik adalah penilaian secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap siswa dari aspek kinerja untuk mengukur hasil belajar siswa, motivasi, pemerolehan belajar, dan sikap siwa komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran serta meliputi kemampuan menggunakan kognitif dan psikomotortik serta menampilkan afektif secara ril dan nyata, sehingga apa yang diperoleh siswa merukapan pengetahuan dan keterampilan yang betul-betul bisa menyelesaikan problem nyata di lingkungan dan masyarakat siswa

D.   Tujuan Penilaian Autentik

Muhammad mengemukakan sepuluh tujuan utama penilaian autentik sebagai berikut (Ath-Tharawanah, 2011: 9-11):

1.      Mengembangkan kecakapan hidup dengan cara menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam dunia nyata

2.      Meningktakna keterampilan berfikir tingkat tinggi, berfikir dan memberikan respon kreatif pada siswa

3.      Fokus pada proses dan hasil proses belajar 

4.      Menjadikan siswa percaya diri

5.      Menjadikan siswa berfikir dan menyelesaikan masalahnya

6.      Menjadikan siswa anggota keluarga dan masyarakat yang produktif

7.      Meningkatkan kemampuan siswa dalam evaluasi diri

8.      Mengumpulkan berbagai data yang menunjukan tingkat pencapaian siswa pada hasil belajar

9.      Mengevaluasi berbagai aspek kepribadian siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik)

10.  Menghubungkan antar bagian pengetahuan yang berbeda dan untuk mencapai semua tujuan ini penilaian tidak bisa hanya menggunakan strategi tradisional berupa kertas dan pulpen melainkan harus menggunakan berbagai strategi penilaian seperti portifolio, observasi dan projek.

E.    Teknik dan Penilaian Penilaian Autentik

Instrumen penilaian dalam pendidikan menurut Adilah harus memiliki empat kriteria diantaranya

1)     dipilih berdasarkan tujuan pendidikan,

2)     dipilih berdasarkan keragaman tujuan penggunaannya,

3)     harus memiliki karakteristik valid, reliable, objektif dan mudah digunakan, dan

4)     harus komprehensif dan mempu membedakan siswa yang satu dengan yang lain.

Adilah sendiri membedakan instrument penilaian pendidikan kepada instrument aspek kepribadian dan sosilal serta instrument hasil belajar. Instrument kepribadian dan sosial terdiri dari laporan-laporan, pengamatan terstruktur terhadap perilaku siswa, pertenmuan sendiri , penilaian diri/evaluasi diri, kartu perkembangan, bertaubat dan pemberian maaf dalam rangka perbaikan dalam pendidikan Islam. Instrument hasil belajar terdiri dari tes lisan dan tes hasil belajar yang terdiri dari tes objektif dan non-objektif (uraian)

Dalam Permendikbud no 104 tahun 2014 ditambahkan bahwa teknik penilaian autentik terdiri dari Tes tertulis,observasi dan penugasan. Bentuk soal tes tertulis terdiri dari

a)      memilih jawaban

(1)    pilihan ganda,

(2)    dua pilihan (benar-salah),

(3)    menjodohkan,

(4)    sebab-akibat,

b)      mensuplai jawaban, terdiri dari

(1)    isian atau melengkapi,

(2)    jawaban singkat atau pendek,

(3)    uraian.

Soal tes tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soal-soal yang menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-soal uraian.

Soal-soal uraian menghendaki peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan tes tertulis bentuk uraian antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan membutuhkan waktu lebih banyak dalam mengoreksi jawaban. Observasi dilakukan pada Diskusi, Tanya Jawab dan Percakapan yang merupakan cerminan dari penilaian autentik. Dan penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

F.    Penilaian Tes sebagai Alat Penilaian Bahasa Arab

Pengembangan menurut bahasa bermakna hal mengembangkan; pembangunan cara bertahap dan teratur, dan yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Sementara tes Ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang dan Percobaan untuk menguji kelaikan jalan suatu kendaraan bermotor umum.

Yang mirip dengan tes adalah ujian, yang berkata dasar uji dan bermakna percobaan untuk mengetahui kualitas sesuatu. Sementara ujian itu sendiri yaitu:

·         kegiatan yang dilakukan untuk menguji sesuatu;

·         hasil menguji; pemeriksaan

Tes itu berkembang dari masa ke masa, paling tidak secara umum fasenya dibagi menjadi tiga fase yaitu:

Pertama, fase tradisional dengan karakteristiknya yang belum ilmiah, belum jelas arahnya, ditandai belum ditentukan tujuannya, dalam fase ini belum dikenal istilah valid, reliabel dan daya beda. Contoh fase ini adalah tes terjemah dan kaidah, tes dikte, mengarang atau tes mendengarkan, wawancara.

Kedua, fase tes objektif yang sudah mengenal analisis statistik dalam menghitung kualitas sebuah tes. Pada fase ini sudah dikenal istilah seperti tes masuk, tes hasil belajar, tes diagnosis, tes kompetensi. Tes pada fase ini juga dikenal dengan istilah tes deskrit atau tes komponen atau tes kemahiran terpisah.

Ketiga, tes komunikatif yang sudah menggunakan teori psikososiolinguistik. Orientasi tes ini adalah komprehensif dalam berbahasa dan pandangan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antara satu manusia dengan manusia yang lainnya.

1.    Tujuan Pengembangan Tes Bahasa Arab

Tujuan pengembangan tes bahasa Arab pada hakikatnya terbagi menjadi dua, yaitu:

Pertama Tes tentang bahasa berkaitan dengan pengetahuan peserta didik terhadap bunyi/huruf, kosa kata, tata bahasa, makna, budaya.

Kedua tes kemahiran bahasa mengenai kemampuan peserta didik dalam menggunakan berbagai komponen bahasa dalam kegiatan berbahasa, baik reseptif maupun produktif.

Kemahiran reseptif yaitu menyimak dan membaca, kemampuan produktif yaitu berbicara dan menulis. Tes kemahiran bahasa sebetulnya yang menjadi inti pengembangan tes bahasa Arab dibanding dengan tes tentang bahasa, meskipun guru bahasa Arab tidak akan bisa menutup mata pentingnya penguasaan terhadap komponen-komponen bahasa tersebut.

Meski ada beberapa kasus peserta didik yang faham tentang komponen bahasa Arab namun karena kurang latihan maka yang bersangkutan seringkali salah mengucapkan ketika berbicara menggunakan bahasa Arab.

2.    Jenis dan Bentuk Tes

a.    Tes Tulis

Tes tulis adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tulisan. Tes tulis ini banyak digunakan di sekolah-sekolah, madrasah, bahkan hampir di semua lembaga karena dianggap memiliki kelebihan dibanding dengan tes jenis lainnya apalagi jika peserta tesnya dalam jumlah yang banyak. Dilihat dari bentuknya, tes tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu tes objektif dan tes subjektif

1)    Tes Objektif

Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar dan salah dan skornya antara 1 atau 0. Tes objektif ini ada beberapa bentuk sebagai berikut :

·         Benar-Salah (shawab-khat)

Soal tes yang berbentuk kalimat. Kalimat yang di sajikan bisa berupa kalimat yang strukturnya benar ataupun salah. Peserta didik diharuskan untuk menentukan benar atau salah kalimat tersebut

·         Pilihan Ganda (multiple choice)

Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

·         Menjodohkan (Matching test)

Soal bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan ganda. Perbedaannya dengan bentuk pilihan ganda adalah pilihan ganda terdiri atas stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukkan kumpulan jawaban, dan kolom sebelah kanan menunjukkan kumpulan soal

·         Isian

Tes bentuk isian adalah jenis tes yang menuntut peserta untuk menjawab secara langsung dengan mengisikan satu kata, beberapa kata, atau kalimat pendek

·         Tes Melengkapi

Tes melengkapi yaitu salah satu jenis tes objektif yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1.      Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan.

2.      Bagian-bagian yang dihilangkan diganti dengan titik-titik.

3.      Titik-titik itu harus diisi dengan jawaban.

Jadi sebenarnya tes melengkapi ini mirip sekali dengan tes bentuk isian. Letak perbedaannya adalah pada tes bentuk melengkapi bahan yang diteskan merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes bentuk isian tidak harus demikian.

2)    Tes Subjektif

Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektivitas guru. Penilaian dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

a)     uraian terbatas (restricted respons item)

Peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas yang telah ditentukan.

b)     uraian bebas (extended respons item)

Peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sitematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda.

b.    Tes Lisan

Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. Tes ini tepat sekali dalam mengukur kemampuan berbicara (kalam atau hadits) dan membaca (qira’ah). Kemampuan berbicara terkait dengan aspek aksen, kegramatikalan, kelancaran, ketepatan, diksi, uslub, ketepatan memberi dan merespon informasi, tekanan dan kefasihan.

c.    Tes Perbuatan

Tes perbuatan atau praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Misal dalam bahasa Arab, tes membaca nyaring, tes dialog dls. Tes ini tepat dalam menguji tes praktik berbahasa yang real seperti tes dengan pendekatan pragmatik dan komunikatif. Dalam jenis tes ini ada keterlibatan psikomotor anak dalam melaksanakan instruksi-instrtuksi di dalam tes. Jika dilihat dari aspek berfikir maka tes jenis perbuatan ini merupakan tes yang paling komprehensif dalam pembelajaran bahasa karena ia mampu mengungkap kemampuan dan skill berbahasa Arab secara ril, bukan menguji tentang bahasa Arab.

3.    Pendekatan dalam Tes Bahasa Arab

Sebagai suatu usaha yang titik berat kegiatannya adalah bahasa, penyelenggaraan pembelajaran bahasa senantiasa dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. terkadang seluruh penyelenggaraan pembelajarannya bahkan dirancang atas dasar pendekatan yang digunakan. Bagaimana bahasa dimengerti dan disikapi menurut suatu pendekatan ilmu bahasa tertentu, pertama-tama dapat mempengaruhi penentuan tujuan pembelajarannya. Kajian tentang pendekatan tes bahasa dapat dilakukan dengan kriteria yang berbeda. Dengan memperhatiakan rincian yang berbeda-beda seperti dikemukakan oleh berbagai ahli, pendekatan tes bahasa secara keseluruhan dapat dibedakan menjadi lima bagian, diantaranya:

a)      Pendekatan Tradisional

Dalam pendekatan tradisional, tes bahasa diselenggarakan tanpa mengacu kepada teori kebahasaan tertentu sebagai dasar. Penerapannya tidak menuntut kemampuan khusus dalam bidang tes bahasa, sehingga siapa pun yang mampu membelajarkan bahasa dianggap mampu pula menyelenggarakan tes bahasa.

Pendekatan tradisional ini sering juga disebut sebagai pendekatan esai dan terjemahan. Selain terjemahan dan menulis esai, terdapat juga bentuk tes tata bahasa yang memuat pertanyaan-pertanyaan tentang bahasa, bukan tentang penggunaan bahasa.

Pengembangan tes yang tradisional, masih menggunakan cara tradisional, tidak menggunakan langkah-langkah perencanaan yang matang dan tentunya validitas soal atau tesnya sangat belum teruji. Biasanya yang membuat soal langsung guru yang mengajar materi bahasa Arab, bisa mengajar dianggap bisa menyiapkan tesnya dengan baik.

b)      Pendekatan Diskret

Pendekatan diskret dalam tes bahasa bersumber pada pendekatan struktural yang dipelopori oleh Robert Lado pada tahun 1961. Dalam pendekatan struktural, bahasa dianggap sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang tertata rapi, dan terdiri dari komponen-komponen bahasa, yaitu komponen bunyi bahasa, kosa kata, dan tata bahasa.

Menurut Imam dkk (2012:42) tes diskret atau otomistik adalah tes yang hanya menekankan satu komponen saja, mengukur butir-butir spesifik misal tata bahasa (nahwu dan sharaf), kosa kata, bunyi, makna, budaya yang tidak dikaitkan dengan penggunaan bahasa secara ril. Dari strukturalisme, prinsip yang diambil adalah

(1)    bahasa itu tuturan lisan dan bukan tulisan,

(2)    bahasa itu merupakan suatu sistem.

Dalam tes bahasa pendekatan diskret, satu bentuk tes dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap satu, dan hanya satu jenis kemampuan berbahasa atau komponen bahasa. Dalam pengertian itu, suatu bentuk tes bahasa hanya dapat merupakan salah satu dari tes menyimak, tes berbicara, tes membaca, tes menulis, atau tes bunyi bahasa, tes kosa kata, dan tes tatabahasa.

Model tes yang berasaskan diskret menurut (Djiwandono 2008:103) adalah membedakan bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain, misal bunyi ك dengan ق, melafalkan bunyi bahasa tertentu misal bunyi layyin, panjang (mad), bunyi syiddah dan lain sebagainya, menyebutkan lawan kata, menyebutkan sinonim, menyebutkan jamak dari suatu kata, menyebutkan mutsanna dari suatu kata, menyebutkan mufrad dari suatu kata jamak, menyebutkan makna kata bahasa Arab, menyebutkan bahasa Arab dari kata bahasa Indonesia yang disebutka, dan lain sebagainya.

c)       Pendekatan Integratif

Yang melandasi pendekatan integratif adalah  komponen-komponen yang terpisah itu digabungkan dalam satu butir soal. Gabungan komponen bahasa bisa terjadi antara dua bahkan lebih komponen bahasa Arab, semakin banyak gabungannya maka akan semakin integratif.

Kelebihan tes ini adalah mampu menjawab kelemahan model diskret. Diantara tes bahasa Arab yang termasuk kategori integratif adalah tes menyusun kalimat, tes menafisrkan wacana singkat yang dibaca atau didengar, tes memahami bacaan yang dibaca atau didengar, menyusun sebuah alinea berdasarkan kalimat-kalimat yang disediakan.

Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi kalimat atau teks bacaan, merupakan beberapa bentuk tes yang sering ditemukan dalam tes dengan pendekatan integratif.

Dalam tes jenis ini, maka satu kata atau satu komponen bahasa diteskan dalam konteks real dan dikaitkan dengan komponen lain, tidak berdiri sendiri.

d)      Pendekatan Pragmatik

Dalam pendekatan ini, bahasa dikaitkan dengan penggunaan bahasa yang senyatanya yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata- kata, frasa, atau kalimat, melainkan juga unsur-unsur di luarnya yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa. secara pragmatik, pemahaman itu ditentukan pula oleh pemahaman terhadap unsurunsur diluar unsur bahasa.

Tes ini ada sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan tes diskret, yang digagas oleh Oller. Akan tetapi tes model ini sangat sulit dilakukan berbeda dengan tes diskret yang berkembang sebelumnya. Tes ini mampu mengurangi keartifisialan tes sebelumnya. Perbedaanya dengan tes integratif sangat tipis akan tetapi bisa disimpulkan dengan ungkapan “tes pragmatis pasti integratid dan tidak semua tes integratif itu pragmatis”.

Unsur-unsur kebahasaan, seperti penambahan atau pengurangan kata-kata secara tidak sengaja. Unsur dapat pula berupa unsur non-kebahasaan, seperti peristiwa dan keadaan sekitar, tingkah laku orang-orang sekitar, yang terjadi pada saat bersamaan dengan suatu penggunaan bahasa. Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes tertentu, khususnya dikte, tes cloze12 dan menulis.

Tes yang dikembangkan atas dasar pendekatan pragmatik, ditandai adanya tugas untuk memahami wacana. Selain test cloze jenis tes lainnya yang termasuk kategori pragamatis adalah dikte (dictation), jawaban pertanyaan (question answering), berbicara dan wawancara (oral interview), menulis (composition or easy writing), bercerita (naration), dan terjemah (translation)

e)      Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif mendasarkan pandangan terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari senyatanya. Suatu pendekatan dengan orientasi psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan unsur non-kebahasaan. Pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk-beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa.

Seluk-beluk komunikasi itu diantaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang berkomunikasi, bagaimana hubungan antara mereka melakukan komunikasi, apa maksud dan tujuan dilakukannya komunikasi, dalam keadaan bagaimana komunikasi terjadi, kapan dan bagaimana komunikasi terjadi, dan sebagainya.

Dalam tes bahasa, penerapan pendekatan komunikatif berdampak terhadap beberapa segi penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau pertanyaannya. Semua itu ditentukan atas dasar ciri komunikatifnya, yaitu hubungan dan kesesuaiannya dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi senyatanya

Langkah-langkah dalam merancang tes komunikatif yaitu

a.       Deskripiskan peserta didiknya; usia, jenis kelamin dan bahasa nasionalnya,

b.      Analisis kebutuhan komunikasinya,

c.       Mendeskripsikan materi tes,

d.      Menentukan kemahiran bahasa yang akan dites

e.       Mengoreksi dan mengevaluasi.

Sementara Carrol mengemukakakan sepuluh langkah dalam menyusun tes komunikatif sebagai berikut:

1.      Identifikasi Peserta didik; Menjelaskan gambaran umum peserta didik terdiri dari bahasa ibu, usia, jenis kelamin, tempat tinggal dan lain sebagainya.

2.      Tujuan menggunakan bahasa; Menjelaskan tujuan umum penggunaan bahasa: akademis, professional, atau kehidupan sosial.

3.      Kegiatan; Menentukan kegiatan utama yang akan dihadappi misal mencatatat pengamatan masyarakat, menghadiri perkuliahan dan lain sebagainya.

4.      Media; Menentukan media; menyimak, berbicara, membaca, menulis atau gabungan keduanya. Siarang: langsung, rekaman, cetak, film dan lain sebagainya.

5.      Budaya dan masyarakat; Menentukan hubungan sosial masyarakat, dialek serta faktor sosial dan budaya.

6.      Tingkat performance; Menentukan tingkat performance setiap media pada nomor empat: kecepatan, kelenturan, keraguan dan pengulangan.

7.      Ranah setiap tema; Menentukan tempat kegiatan pada nomor tiga

8.      Kemahiran bahasa; Menentukan kemahiran yang dibutuhkan dalam kegiatan dan tingkat tujuan yang beragam

9.      Fungsi Bahasa; Membuat fungsi bahasa yang diinginkan serta membuat intonasi yang tepat

10.  Bentuk tes; Menentukan jenis item tes apakah item terbuka, tertutup ataukah item terstruktur

Dari kelima model pengembangan tes bahasa Arab berdasarkan pendekatan bahasa bisa juga diketegorikan ke dalam dua yaitu sistem terpisah dan sistem kesatuan. Yang termasuk kategori terpisah adalah tes diskret dan yang termasuk kategori kesatuan adalah tes tradisional, tes integratif, tes pragmatik dan tes komunikatif.

No comments:

Post a Comment